Oleh: Aziz Muslim, M.Pd.I (Guru Kelas MIM Teladan)
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
(Pada hal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlash menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, yang demikian itulah agama yang lurus (benar). Al Bayyinah 5).)
Sikap seseorang dalam beribadah kepada Allah tidaklah sama, ada yang beribadah mengharapkan imbalan surga, adapula karena dorongan rasa takut kepada siksa neraka. Ibadah yang dilakukan karena mengharap surge atau takut neraka, menurut Ibnu Sina sebagai sikap seorang pedagang yang mengharap keuntungan. .Atau seperti sikap seorang hamba yang takut kepada majikannya.
Selain itu ada pula yang beribadah sebagai seorang yang arif dan bijaksana yaitu ia menyadari betapa besar nikmat dan anugerah serta jasa yang telah diperolehnya dan ia merasakan betapa bijaksananya Tuhan dalam segala ketetapan dan perbuatan-Nya. Kesadaran tersebut selalu mendorong ia untuk terus beribadah dan melakukan segala bentuk kebajikan, bukan karena mengharap imbalan surge dan takut neraka.
Dari kesadaran akan kebijaksanaan Tuhan, ia yakin dimanapun ia ditempatkan pasti yang terbaik. Apalagi ia menyadari pula dialah yang akan memperoleh manfaat dari ibadah yang dilakukannya, sedangkan Allah tidak sedikitpun memperoleh keuntungan dari ibadah seseorang hambanya. Suasana ibadah seperti ini yang disebut dengan ikhlash.
Lalu bagaimana dengan ibadah yang selama ini dilakukan, shalat, puasa, zakat, sedekah, . haji dan umrah serta ibadah-ibadah lainnya, apakah ibadah tersebut dilakukan karena mengharap pahala surga atau karena takut siksa neraka, ataukah beribadah karena mengharapkan keridhaan Allah semata.
Sebagai manusia, terkadang juga ada perbuatan dan amal yang dilakukan karena pertimbangan lain, yang lahir dari hawa nafsu, seperti cari muka (riya), popularitas (sum’ah),. Kedua sifat ini dalam kaca mata agama merupakan penyakit yang dapat menggerogoti keikhlasan seseorang dan mendekatkannya kepintu gerbang kemusyrikan.
Pujian dan ucapan terimakasih dari orang lain bukan merupakan tujuan dalam beribadah dan perbuatan baik, tetapi keridhaan Allah yang selalu diharapkan. Dalam surat al Insan ayat 9 Allah berfirman: sesungguhnya kami member makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terimakasih.
Menurut Ibnu Ataillah, amal perbuatan hanyalah bentuk, sedangkan hakikatnya adalah ikhlash. Ini berarti kegiatan keagamaan tanpa ikhlash adalah bagaikan seonggak tubuh tanpa jiwa atau roh.
Tingkatan-Tingkatan Ikhas
Ikhlash adalah kesadaran agama yang memperlihatkan kedekatan hubungan seseorang dengan Tuhannya. Karena itu keikhlasan mempunyai tingkatan.
Tingkat pertama, adalah ikhlash yang ada pada kelompok al-abrar. Keikhlasan mereka ini terbebas dari sifat riya, namun masih ada mengharap pahala dari Allah dan mengharap dijauhkan dari neraka. Hal ini sejalan dengan firman Allah, Iyyakana’budu. HanyakepadaMu kami menyembah.
Tingkatan kedua, adalah ikhlash yang dimiliki oleh kelompok al-muqarrabin. Mereka benar-benar beramal tanpa pamrih, tidak melihat perbuatannya karena daya dan upayanya sendiri, tetapi semata-mata karena Allah. Ikhlash seperti ini membuat pemiliknya benar-benar berada di jalan tauhid dan inilah yang dimaksud oleh ayat “waiyyakanasta’in.hanyakepadaMu kami memohon pertolongan.
Ikhlash merupakan kunci keselamatan seseorang. Beragama tanpa berserah diri kepada Allah hanyalah kebohongan. Imam al Gazali pernah berkata; semua orang akan binasa kecuali orang yang beramal. Orang yang beramalpun akan binasa, kecuali mereka yang tulus dalam beramal.
Semoga ibadah yang kita kerjakan termasuk ibadah di bulan ramadhan ini sebagai ibadah yang ikhlash karena Allah dan mengharapkanridha Nya. Amin.
Ikhlas adalah kata yang sering kita dengar, atau mungkin juga sering kita ucapkan. Meski mudah dan lazim diucapkan, namun ikhlas sulit untuk dilaksanakan.
Tanda Kita Orang Yang Ikhas
Belum tentu orang yang mengaku ikhlas itu sudah benar-benar ikhlas. Karena ukuran ikhlas itu sangat abstrak, dan yang bisa mengetahui kadar keikhlasan seseorang hanyalah Allah. Bahkan, malaikat dan setan pun tidak mengetahui perihal keikhlasan seseorang.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah ditanya tentang makna ikhlas. Lalu kemudian Rasulullah bertanya kepada Jibril dan Jibril bertanya langsung kepada Allah. Dalam hadits tersebut, Allah berfirman bahwa ikhlas adalah satu di antara banyak rahasia-Ku (Allah) yang Aku titipkan di hati seseorang yang Aku cintai dari hamba-hamba-Ku, yang tidak dapat dilihat malaikat untuk dicatatnya, dan tidak juga terlihat oleh setan untuk dirusaknya.
Di dalam kitab At-Ta’rîfât karya Ali Al-Jurjani disebutkan bahwa ikhlas adalah engkau tidak mencari orang yang menyaksikan amalmu selain Allah. Ikhlas juga diartikan membersihkan amal dari berbagai kotoran.
meski hanya Allah yang mengetahui keikhlasan seseorang, akan tetapi, seorang tokoh sufi besar pada abad ketiga Hijriyah, Dzun Nun al-Misri, pernah mengemukakan bahwa ikhlas memiliki tanda-tanda. Dalam kitab Al-Risalah Al-Qusyairiyyah Dzun Nun al-Misri mengatakan, ada tiga tanda keikhlasan seseorang.
Pertama, menganggap pujian dan celaan sama. Seseorang yang betul-betul ikhlas akan bersikap sama ketika menerima pujian atau pun celaan. Ia tidak akan terpengaruh karena dua hal tersebut. Baginya, apapun yang dilakukan adalah karena dan untuk Allah.
Kedua, melupakan amal baik. Suatu ketika Gus Dur pernah ditanya tentang makna ikhlas. Menurut Gus Dur, ikhlas adalah seseorang bekerja untuk orang lain dan telah memberikan kesenangan kepada mereka, namun seseorang tersebut telah lupa dan tak pernah ingat telah melakukannya. Itu lah tanda seseorang ikhlas. Ia tidak pernah ingat tentang apa yang telah dikerjakannya.
Ketiga, melupakan hak amal baiknya untuk memperoleh pahala di akhirat. Tidak lain, orang yang ikhlas adalah orang yang hanya menginginkan pahala amal di akhirat, bukan di dunia. Ia tidak pernah mengharapkan imbalan atau balasan amal baiknya di dunia ini.
Dalam hal beribadah, ikhlas menjadi sebuah kunci utama. Bahkan, Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengibaratkan amal ibadah seperti jasad fisik tanpa nyawa. Sementara ruhnya amal ibadah adalah keikhlasan. Oleh karena itu, setiap amal ibadah yang dilakukan dengan tidak ikhlas, artinya amal ibadah tersebut mati karena tidak ada ruhnya.
Hal ini menegaskan bahwa ikhlas merupakan satu syarat diterimanya amal ibadah seseorang. Semoga dengan penjelasan tersebut kita bisa memahami dan berupaya menjadi orang yang ikhlas.
Oleh Aziz Muslim, M.Pd.I (*Koordinator SDM dan AIK MIM TELADAN)