Seorang Muslim yang Baik
Muslim adalah sebutan bagi seorang yang menyerahkan dirinya pada jalan keselamatan, yaitu jalan tauhid dan ketundukan pada Allah SWT dan berlepas diri dari perbuatan syirik. Berislam, tentunya tidak hanya sekedar identitas, tapi perlu adanya pembuktian sebagai tolak ukurnya. Ukuran dan kriterianya tidak lain adalah rukun Islam yang sekaligus sebagai pondasi dasar Islam (ushul).
Bagi orang yang beriman dan berbekal(berilmu), tentu ada alasan kenapa Allah SWT sampai menegaskan:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam” (Q.S. Ali Imran/3: 119 )
Seorang muslim yang baik adalah mereka yang mampu menjadi manfaat bagi sesamanya. Namun, sebelum memberikan manfaat yang banyak untuk sesama, ia juga harus mampu berdaya dan bebas merdeka untuk mengarahkan hidupnya. Beberapa hal yang wajib seorang muslim persiapkan untuk menjadi muslim yang baik :
1. Istiqomah dalam Beribadah
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ٥
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS: Az-Zariyat : 56)
Manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah dan tunduk kepada aturan-Nya. Muslim yang baik adalah mereka yang bisa melakukan ibadah dengan aman dan nyaman, tanpa ada ancaman yang menyertainya. Serta yang terpenting adalah istiqomah.
Sayangnya, tidak semua negara di dunia ini mendukung kebebasan muslim untuk beribadah. Seperti menggunakan hijab, menutup aurat, melaksanakan shalat di waktu dan tempat yang tepat, dan sebagainya. Bahkan saudara-saudara kita di Palestina misalnya, mendapatkan ancaman, tembakan, rudal saat mereka harus melaksanakan shalat di masjid.
Bersyukurlah, jika hari ini kita mendapatkan kemerdekaan untuk beribadah dengan tenang dan nyaman.
2. Bersih dari Penyakit Hati
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain…(QS: Annisa : 32)
Menurut Rasulullah SAW, hati adalah raja. Jika baik hatinya, baik pula perilaku dan amalan kita. Sebaliknya, jika raja dalam diri kita buruk, maka buruk pula akhlak kita.
Muslim yang siap untuk memberi manfaat adalah yang mampu membebaskan dirinya dari belenggu penyakit hati. Misalnya iri, dengki, sombong, dan merasa paling benar sendiri. Penyakit hati kadang tidak disadari dan diam-diam menggerogoti pahala kebaikan kita.
3. Yakin untuk Memilih Jalan Kebaikan
إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا ۚ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا﴾
[ الإسراء: 7]
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.” (QS: Al-Isra: 7)
Kenikmatan yang harus kita syukuri sepanjang hidup adalah saat kita memiliki kebebasan untuk memilih jalan kebaikan. Kita bisa menentukan arah mana yang akan kita tuju untuk memperbanyak pahala dan amal baik kita selama hidup.
Saat kita tidak memiliki kebebasan untuk memilih jalan yang baik, maka saat itu kita harus berjuang untuk keluar dari belenggunya. Belenggu bisa berasal dari diri sendiri atau tantangan eksternal.
4. Terbebas dari Hutang dan Riba
﴿الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَن جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾
[ البقرة: 275]
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al Baqarah: 275).
Allah tidak melarang seorang muslim untuk berhutang, namun hutang bisa membuat hidup tidak tenang dan menjadi penuh dengan beban. Apalagi hutang yang kita sendiri sulit atau tidak mampu membayarnya. Lebih-lebih jika hutang disertai juga dengan riba.
Seorang muslim yang siap untuk jadi manfaat akan tenang hidupnya, penuh kesyukuran dan jauh dari perasaan gelisah atau terancam, jika merdeka dari hutang dan riba. Untuk itu jauhilah hutang yang kita tidak bisa membayarnya dan jangan dekati riba agar hidup kita tidak terlilit atau terhimpit.
Hiduplah dengan apa adanya, sesuai kemampuan, dan tidak berlebih-lebihan.
5. Kemampuan Secara Finansial
﴿مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ﴾
[ البقرة: 261]
“Orang-orang yang menafkahkan harta di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS: Al-Baqarah: 261)
Sering kali umat Islam salah kaprah soal finansial dan harta. Islam bukanlah agama yang mengajarkan kemiskinan, namun justru mengajarkan agar umatnya mandiri, berdaya, dan dapat berkontribusi besar untuk sosial.
Sebagai muslim, jika kita memiliki kemampuan maka berusahalah untuk merdeka secara finansial. Nantinya, kita bisa seperti para sahabat Nabi yang hidupnya tidak pernah takut kekurangan harta sehingga berapapun bahkan mayoritas hartanya bisa ia berikan untuk berzakat, sedekah, dan wakaf.
Sebenarnya, tidak perlu menjadi sempurna untuk membagikan manfaat untuk sesama. Ada cara mudah dan bisa dilakukan dengan cara yang kecil dan sederhana terlebih dahulu.
Referensi:
Al Qur’an
https://surahquran.com/indonesian-aya-7-sora-17.html
https://lppi.umy.ac.id/islam-sebagai-pilihan-hidup-materi-osdi-2014/
oleh: Henri Kurniawan, Ka. Tu MIM Teladan